Tuesday, December 17, 2013

Sanksi Jika Menyalahgunakan Surat Keterangan Dokter


Lembaga dan jabatan kedokteran sebenarnya adalah suatu profesi yang mulia dan seharusnya terpercaya, sehingga wajib untuk dipercaya statementnya dalam memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional (vide Pasal 51 huruf a Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran).

Jabatan kedokteran tersebut sama terpercayanya dengan misalnya jabatan Notaris, Akuntan, atau (putusan) Hakim, dan jabatan-jabatan profesi lainnya yang sejenis. Artinya apapun kata dokter: sakit, sehat, istirahat, atau harus dirawat, ataukah sudah dapat pulang (sembuh), semuanya wajib dipercaya oleh pihak yang berkepentingan.

Dengan demikian kalau pasien yang menyatakan sakit dan memang ada surat keterangan sakit dari dokter yang berwenang dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya (dalam arti, benar-benar diterbitkan oleh seorang dokter yang berwenang dan sesuai profesi), maka surat keterangan dokter tersebut wajib untuk dapat dipercaya kebenaran pernyataannya. Tegasnya, jika dalam surat tersebut dinyatakan bahwa pasien  yang bersangkutan dinyatakan sakit, maka perusahaan wajib mempercayainya.
Permasalahannya, bagaimana jika ada keraguan terhadap surat keterangan dokter dimaksud, seperti kecurigaan mungkin hanya berpura-pura sakit, tentunya bukan si pasien (karyawan) yang harus disalahkan dan dikenakan sanksi, akan tetapi dokter yang menerbitkan pernyataan itulah yang harus ditelusur, apakah ia berbohong atau mengeluarkan pernyataan palsu.

 
Walaupun tidak tertutup kemungkinan si pasien yang menyalahgunakan melakukan pemalsuan surat keterangan dokter (alias “aspal”). Hal ini bisa dikenakan sanksi pidana pemalsuan (sesuai Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Wetboek van Straftecht – “KUHP”), dan/atau juga sanksi keperdataan, no work no pay (sesuai Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Mengenai no work no pay, dapat dilihat dalam artikel yang berjudul Surat Dokter dan Prinsip 'No Work No Pay'.
Akan tetapi, jika memang dapat dibuktikan atau setidaknya patut dapat diduga bahwa seorang dokter mengeluarkan pernyataan yang tidak benar dan/atau menyimpang dari kode etik kedokteran, maka oknum dokter yang bersangkutan itu harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib dan bisa dikenakan sanksi (punishment) sesuai ketentuan. Bahkan sanksinya bukan hanya pelanggaran kode etik profesi atau sanksi keperdataan, akan tetapi kemungkinan dapat dikenakan sanksi pidana penjara (vide Pasal 242 ayat (1) KUHP).

Dasar Hukum:

0 comments:

Post a Comment

 
;